HAKIKAT JIN DALAM PANDANGAN ULAMA SALAF
Judul Artikel : HAKIKAT JIN DALAM PANDANGAN ULAMA SALAF
HAKIKAT JIN DALAM PANDANGAN ULAMA SALAF
Fenomena keberadaan jin memang menjadi misteri bagi kita umat manusia. Namun sebagai umat yang berakidah, kita diwajibkan untuk beriman dan mempercayai hal-hal yang bersifat ghaib. Iman kepada sesuatu yang ghaib merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh orang yang bertakwa. Hal itu sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Allah SWT melalui firman-Nya: "Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka." [Q.S. al-Baqarah: 2-3].
Beriman kepada yang ghaib ialah beriman kepada sesuatu yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera. Percaya kepada yang ghaib yaitu, mengi'tikadkan adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera, karena ada dalil yang menunjukkan atas kebaradaanya, seperti: adanya Allah, Malaikat-Malaikat, Jin, Syaitan, Hari akhirat dan lain sebagainya.
Dalil-dalail yang menunujukkan keberadaan jin sangatlah banyak, dan tentunya di sini hanya akan disebutkan sebagian saja. Di antara dalil-dalil itu adalah sebagai berikut:
1. Firman Allah SWT: "Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Quran." [Q.S. al-Ahqaf: 29].
2. "Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayat-Ku dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini?" [Q.S. al-An'am: 130].
3. "Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan." [Q.S. al-Rahman: 33].
4. "Katakanlah (hai Muhammad): "Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan." [Q.S. al-Jin: 1].
5. Rasulullah SAW bersabda: "Telah datang padaku da'i jin, lalu aku pergi bersamanya, kemudian aku membacakan al-Qur'an kepada mereka (kelompok jin)." [H.R. Muslim].
Selain itu semua, Allah SWT juga menurunkan surat al-Jin dalam al-Qur'an yang terdiri atas 28 ayat dan termasuk golongan surat-surat Makkiyyah. Ayat ini diturunkan sesudah surat al-A'raaf. Surat ini dinamakan al-Jin karena diambil dari perkataan bangsa jin yang terdapat pada ayat pertama surat ini. Ayat tersebut dan ayat-ayat berikutnya menerangkan bahwa jin sebagai makhluk halus telah mendengar pembacaan al-Quran dan mereka mengikuti ajaran al-Quran tersebut. Surat ini menerangkan bahwa pengetahuan tentang jin diperoleh Nabi Muhammad SAW dengan jalan wahyu, pernyataan iman segolongan jin kepada Allah, jin ada yang mukmin ada pula yang kafir, janji Allah kepada jin dan manusia untuk melimpahkan rizki-Nya kalau mereka mengikuti jalan yang lurus dan janji perlindungan Allah terhadap Nabi Muhammad SAW dan wahyu yang dibawanya.
Keberadaan manusia yang tidak mampu melihat jin tidak bisa dijadikan argumen untuk menafikan keberadaan jin. Banyak hal yang tidak dapat dilihat oleh manusia, namun hal itu hakekatnya memang benar-benar ada. Seperti aliran listrik dan udara, manusia tidak bisa melihatnya, namun bisa merasakan manfaatnya, seperti untuk penerangan dan lain-lain. Begitu juga dengan ruh, kita tidak bisa mengetahui esensinya, namun kita percaya atas keberadaannya.
Asal-usul Jin
Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya menuturkan, para ahli ilmu berbeda pendapat tentang asal-usul jin. Imam al-Hasan al-Bashri mengatakan bahwa jin adalah keturunan Iblis, sedangkan manuisia adalah keturunan Adam AS. Keduanya, baik bangsa jin maupun manusia ada yang beriman dan ada yang kafir. Seperti halnya manusia, jin juga akan memperoleh pahala jika berbuat baik dan akan mendapat dosa dan siksa jika berbuat kejahatan. Manusia dan jin yang beriman dan taat kepada perintah-perintah Allah SWT dinamakan wali (kekasih) Allah, sedangkan yang durhaka dan kufur kepada Allah dinamakan syaitan.[1] Dari pengertian yang dipaparkan oleh Imam al-Qurthubi ini, kita dapat menyimpulkan bahwa istilah syaitan juga bisa digunakan untuk menyebut manusia yang durhaka kepada Allah SWT. Penyebutan syaitan untuk manusia yang durhaka ini juga diungkapkan oleh al-Qur'an dalam surat al-Nas, Allah berfirman: "Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia." Allah juga berfirman: "Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin." [Q.S. al-An'am: 112].
Sedangkan Imam Ibnu Abbas membedakan antara jin dengan syaitan, beliau mengatakan bahwa jin adalah keturunan dari al-Jan (bapaknya jin)[2] dan bukan merupakan syaitan. Jin bisa mati, ada yang mukmin dan ada yang kafir. Sedangkan syaitan adalah keturunan Iblis dan tidak akan mati kecuali bersama Iblis.
Imam al-Damiri dalam ensiklopedinya yang berjudul Hayat al-Hayawan al-Kubra menjelaskan bahwa semua jin adalah keturunan Iblis. Menurut sebuah pendapat, jin adalah jenis, sedangkan Iblis adalah salah satu dari mereka.[3] Dan tidak diragukan lagi bahwa jin merupakan keturunan Iblis berdasarkan keterangan dalam al-Qur'an, "Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim." [Q.S. al-Kahfi: 50]. Imam al-Suhaili berpendapat bahwa jin juga mencakup terhadap malaikat dan lainnya yang tidak tampak oleh penglihatan manusia.[4]
Dari apa jin diciptakan?
Ayat-ayat al-Qur'an dan hadits Nabi SAW telah menerangkan secara jelas bahwa jin diciptakan dari api. Allah SWT berfirman: "Dia (Allah) menciptakan jin dari nyala api." [Q.S. al-Rahman: 15]. Dalam ayat lain Allah menegaskan: "Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas." [Q.S. al-Hijr: 27]. Asal kejadian jin yang terbuat dari api juga ditegaskan oleh Iblis, sebagaimana yang dikutip oleh al-Qur'an, "Iblis menjawab "Saya lebih baik dari padanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah." [Q.S. al-A'raaf: 12]. Mengenai asal kejadian jin ini, Rasulullah SAW juga telah bersabda: "Malaikat diciptakan dari nur, jin diciptakan dari nyala api dan Adam diciptakan dari sesuatu yang disifatkan Allah kepadamu (dalam kitab-Nya, yakni dari adonan tanah)." [H.R. Muslim].[5]
Lalu jika jin diciptakan dari api, bagaimana jin-jin kafir disiksa dengan api? Pertanyaan semacam ini kadang-kadang sering muncul, akan tetapi jika kita sedikit berfikir, kita akan tahu dan akan faham tentang masalah ini. Kita tahu bahwa manusia diciptakan dari tanah, akan tetapi keberadaan manusia sekarang bukanlah tanah. Tanah hanya merupakan asal kejadian manusia saja. Sehingga apabila manusia dilempar dengan tanah liat, ia akan merasakan sakit. Demikian juga jin, walaupun asal kejadiannya dari nyala api, jin sekarang tidaklah berwujud api. Banyak dalil yang menunjukkan hal itu. Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Nasa'i dengan sanad yang shahih dari Sayidah A'isyah RA, bahwa suatu hari Rasulullah SAW sedang mengerjakan shalat, kemudian ada syaitan yang mendatangi beliau dan bermaksud mengganggu shalat beliau, maka Rasulullah SAW membantingnya, lalu mencekiknya. Rasulullah SAW bersabda: "Sehingga aku menyentuh mulutnya yang dingin." Dalam riwayat lain: "Sehingga tanganku menyentuh air liurnya yang dingin." Dari keterangan hadits ini, jelaslah bahwa jin sekarang bukanlah api, karena jika ia berupa api, maka Rasulullah SAW pasti tidak akan merasakan dingin ketika menyentuh mulut atau air liurnya.
Berdasarkan penjelasan dari Rasulullah SAW, jin terdiri dari tiga kelompok. Kelompok pertama adalah bangsa jin yang mempunyai sayap dan dapat terbang di angkasa. Kelompok kedua adalah yang berbentuk seperti ular dan kalajengking dan yang terakhir adalah kelompok jin yang mendiami suatu tempat dan berpindah-pindah ke tempat yang lainnya (bermigrasi).[6] Waspadalah !...
[2] Menurut Imam al-Jauhari, sebagaimana yang dinukil oleh Imam al-Syibli berpendapat bahwa al-Jan adalah bapak dari jin. (Akam al-Marjan fi-Ahkam al-Jan, 1/6.)
[5] Al-Manawi, al-Taysir bi Syarh al-jami' al-Shaghir. (Riyadh: Maktabah al-Imam al-Syafi'i, 1988), 1/1051.
[6] Al-Asqalani, Fath al-Bari. (Beirut: Dar al-Ma'rifat), 6/345.
Sumber : http://altsubuty.blogspot.com
HAKIKAT JIN DALAM PANDANGAN ULAMA SALAF
Sekian Artikel HAKIKAT JIN DALAM PANDANGAN ULAMA SALAF, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian Terimakasih atas kunjungan anda di www.balungsantri.tk .
Anda sedang membaca artikel HAKIKAT JIN DALAM PANDANGAN ULAMA SALAF dan artikel ini url permalinknya adalah https://pesantrenkilatbro.blogspot.com/2014/06/hakikat-jin-dalam-pandangan-ulama-salaf.html Semoga artikel ini bisa bermanfaat.
0 Response to "HAKIKAT JIN DALAM PANDANGAN ULAMA SALAF"
Posting Komentar